Desember 12, 2024

Bejagadget

Ikuti perkembangan terkini Indonesia di lapangan dengan berita berbasis fakta Beja Gadget, cuplikan video eksklusif, foto, dan peta yang diperbarui.

Indonesia membutuhkan dukungan internasional untuk mempercepat pengurangan emisinya

Indonesia membutuhkan dukungan internasional untuk mempercepat pengurangan emisinya

Dukungan global akan mempercepat pencapaian target pengurangan emisi

Jakarta (ANTARA) – Indonesia membutuhkan dukungan finansial internasional untuk memenuhi komitmennya terhadap target penurunan emisi dan emisi nol bersih/NZE (carbon neutrality) pada tahun 2060, menurut hasil COP-26 Glasgow.

“Dukungan global akan mempercepat target penurunan emisi,” kata Direktur Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jenderal Datan Gustana dalam keterangannya, Sabtu.

Gustana mencatat, pemerintah telah menerapkan sejumlah kebijakan untuk menurunkan emisi hingga net zero.

Dijelaskannya, langkah pertama adalah menciptakan energi terbarukan dalam skala masif, dengan sumber yang tersebar, beragam, dan berskala besar. Menurut catatan Kementerian ESDM, kapasitas energi terbarukan Indonesia mencapai 3.700 gigawatt (GW).

Menurut Gustana, kebijakan selanjutnya ditujukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap dan mendorong elektrifikasi kendaraan bermotor dan peralatan rumah tangga serta penggunaan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Berita Terkait: Pajak karbon ditunda hingga Juli 2022: Menteri

Pemerintah telah berjanji bahwa negara akan memenuhi semua kebutuhan listrik dari energi terbarukan pada tahun 2060, kata Gustana.

Menurut perhitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pengoperasian pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) diharapkan selesai pada 2056 dan pembangkit energi baru terbarukan berkapasitas 587 GW pada 2060.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan investasi yang besar, mencapai sekitar US$1.042 miliar pada tahun 2060, sehingga diperlukan stok global untuk mendukung penurunan emisi di Indonesia.

Gustana menjelaskan, dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 untuk mengefektifkan pengaturan perpajakan. Mulai 1 Juli 2022, pajak karbon akan dikenakan pada pembangkit listrik tenaga batu bara, dan dengan mekanisme pajak maksimum, pembangkit listrik tenaga batu bara akan dikenakan pajak pada pembangkit listrik tenaga batu bara yang melebihi batas emisi yang ditentukan.

READ  Indonesia akan meluncurkan inisiatif baru untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2036

Menurut Gustana, penerapan pajak karbon diharapkan dapat membantu meningkatkan pendapatan dari pembangunan pajak karbon, berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan atau memberikan dukungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk proyek-proyek masyarakat.

Berita Terkait: Target Mitra ProKlim adalah mencapai 20 ribu kursi

“Kebijakan pajak karbon ini merupakan paket kebijakan yang komprehensif untuk mengurangi emisi dan mendorong transisi menuju ekonomi yang lebih hijau atau lebih berkelanjutan,” jelasnya.

Tara Lon, rekan senior di Perpajakan Energi Utama Institut Internasional untuk Pembangunan Berkelanjutan (IIST), mengatakan penerapan pajak karbon akan mengirimkan sinyal kepada investor tentang komitmen kebijakan iklim pemerintah.

Selain itu, Lawn mencatat bahwa penerapan pajak karbon akan mendorong perusahaan untuk beralih ke teknologi energi yang lebih bersih. Bagi lembaga keuangan, pengenaan pajak karbon atas penggunaan energi fosil akan membuat pinjaman di sektor ini berisiko dan kurang menguntungkan di masa depan.

Berbagai skema distribusi “subsidi” diberlakukan untuk memastikan harga energi yang terjangkau, terutama bagi kelompok ekonomi rentan atau miskin, misalnya melalui transfer tunai atau pemotongan pajak penghasilan. Hasil dari pajak karbon dapat digunakan untuk berinvestasi dalam infrastruktur energi bersih.

Berita Terkait: Indonesia dan Panama bekerja sama dalam keamanan air

Berita Terkait: Indonesia jalin kerjasama perubahan iklim dengan Arab Saudi